Sabtu, 20 Oktober 2012

Strategi Pengembangan Wilayah Dalam Perspektif Teknik Sistem

Dalam perspektif sistem, ruang (dunia) adalah sebuah sistem yang saling terkoneksi, interaksi dan bersifat majemuk. Dengan demikian setiap bagian dunia sampai bagian terkecil akan dilihat sebagai sebuah sistem yang terbuka sehingga siap mengantispasi setiap perubahan zaman.
      Perspektif sistem memandang bahwa dunia tidak semata-mata bergerak ke satu arah. Skenario masa depan dunia akan berjalan tak terduga dan penuh kemungkinan sehingga diperlukan mind set untuk menerima adanya beberapa "masa depan dunia". Dengan demikian kompetensi dan strategi pembangunan harus diuji agar mampu menghadapi apapun masa depan yang mungkin terjadi.
      Patut diduga bahwa berbagai pendekatan perencanaan pembangunan yang terpecah-pecah secara sektoral tidak akan mampu merumuskan kompleksitas perkembangan dunia tersebut. Karena bagaimanapun model-model masa depan hanya dibangun dan dianalisa melalui pemahaman akan perilaku lingkungan sebagai sebuah sistem.

Perubahan Paradigma
Untuk bisa keluar dari persoalan pembangunan masa kini, nampaknya tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali memberanikan diri untuk 'merubah paradigma lama'. Paradigma 'profitabilitas' harus digantikan dengan paradigma 'keberlanjutan'. Demikian juga dengan paradigma 'pertumbuhan' harus diganti dengan paradigma 'keseimbangan'.
      Sementara itu paradigma 'efisiensi lingkungan' harus lebih dikedepankan daripada paradigma 'efisiensi teknis'. Paradigma 'mendominasi alam' harus segera digeser ke paradigma 'harmonisasi alam'. Guna mendukung paradigma di atas, syarat penting yang harus dipenuhi adalah penguatan internalisasi dan institusionalisasi perspektif sistem kepada setiap stakeholder pembangunan wilayah. Proses penguatan tersebut tidak saja membutuhkan pengetahuan (knowledge), tetapi lebih dari itu membutuhkan kearifan (wisdom). Hal ini sangat penting karena kearifanlah yang mampu mengatasi keterbatasan dan juga keangkuhan manusia dalam membuka rahasia alam.
      Melalui perubahan paradigma di atas, sistem ekonomi hanyalah satu aspek dari sistem sosial. Dinamika ekonomi akan sangat tergantung pada dinamika sosial yang melingkupinya. Sebaliknya berbagai landasan konseptual ekonomi yang sarat dengan model-model kuantitatif harus segera diperluas bahkan dirombak hingga mancakup sistem nilai yang berkembang di masyarakat.
      Konsekuensi selanjutnya dari pergeseran paradigma di atas adalah perlunya merubah pola perencanaan pembangunan wilayah dari pendekatan "deskrit" ke pendekatan "kontinum". Selama ini pola perencanaan deskrit yang terwujud dalam sekat-sekat wilayah administrasi justru menimbulkan suasana kontarproduktif karena setiap wilayah hanya berorientasi pada upaya penonjolan diri. Lebih jauh lagi, euforia kekuasaan pada masing-masing wilayah semakin mengikis prinsip-prinsip sistem yang mengutamakan kerjasama. Batas-batas administrasi seolah-olah menjadi 'pagar beton' yang memungkinkan penghuni di dalamnya berperilaku tanpa merasa perlu berkomunikasi dengan tetangganya atau merasa khawatir mengganggu lingkungan sekitarnya. Tidak ada proses dialog, tidak ada pembagian peran, dan tidak ada proses integralisasi. Sebaliknya melalui pendekatan "kontinum" setiap wilayah dpandang sebagai bagian integral dari totalitas sistem. Dengan demikian, disparitas antara pusat-pinggiran, kota-desa, barat-timur dan sebagainya tidak selayaknya lagi diposisikan secara berlawanan.
      Cara pandang ini secara implisit menunjukkan bahwa semua wilayah berada pada satu sistem yang sama. Tidak ada sekat yang membatasi mereka, tidak ada lagi istilah 'wilayah penyangga' dan 'wilayah disangga'. Dibawah 'paradigma sistem' pembagian peran serta hubungan yang saling menguntungkan akan berjalan melalui sebuah sistem terbuka yang memungkin terjadinya aliran energi, informasi dan materi.
      Bila aliran meningkat, sistem akan bergerak menuju sistem keseimbangan baru. Pertumbuhan pada suatu tempat bisa jadi akan diimbangi oleh penyusutan pada tempat lain. Untuk memahami kemunculan-kemunculan berbagai keseimbangan baru diperlukan suatu kerangka konseptual yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan sistem ekologi, ekonomi dan sosial. Untuk itu berbagai metode ilmiah yang terpotong-potong oleh fragmentasi ilmu pengetahuan harus dapat diterobos oleh 'pisau analisis' yang lebih holistik sehingga proses-proses perubahan yang kompleks dan seringkali berpola non-linier dapat dipahami secara utuh.
      Secara implisit hal ini juga mengisyaratkan bahwa metode ilmiah yang berorientasi pada peramalan-peramalan linier perlu segera dimodifikasi. Sebaliknya metode ilmiah yang berlandaskan pada teori sistem yang mampu mengundang para ahli dan perencana untuk berfikir "out of the box" akan semakin kuat relevansinya.

Diolah dari berbagai sumber

Minggu, 14 Oktober 2012

Smart System dan Pemimpin Visioner

Kesuksesan suatu bangsa bermula dari kesuksesan individu-individu yang berada dalam bangsa tersebut (Marwah Daud Ibrahim)

      Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak terlepas dari eksistensi kerajaan-kerajaan besar masa lalu. Sebut saja Kerajaan Majapahit dengan Prabu Hayam Wuruk dan patihnya Gajah Mada. Kerajaan Bali di bawah pemerintahan Dalem Waturenggung, atau kesultanan Ngayogyakarta dengan Sultan-nya merupakan beberapa contoh pemimpin pada era-nya masing-masing. Pemimpin masa itu lahir dari sistem feodal yang hadir dari garis keturunan yang tertutup.
       Dengan filsafat Manunggaling Kawula Gusti, raja atau pemimpin dianggap titisan dari Tuhan yang akan mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya dan berarti pengabdian yang tulus dari rakyat (Kawula) kepada raja (Gusti). Apapun perintah dari seorang raja pada waktu itu adalah anugerah yang harus dijalankan. Begitu juga hukum merupakan hukum yang bersumber dari dalam diri seorang raja. Berbagai permasalahan serasa mampu diselesaikan dalam lingkup istana. Pada masa itu pemimpin merupakan penguasa yang merangkul berbagai aspek dalam kehidupan bermasyarakat.
      Sekarang ini dunia mengenal negarawan-negarawan Indonesia dengan pemikiran briliannya. Sebut saja Soekarno, Moh. Hatta, Tan Malaka dan Moh. Natsir. Soekarno merupakan insinyur pertama yang memimpin republik ini, dan seorang visioner yang ingin membebaskan bangsanya dari penjajahan. Moh. Hatta seorang sarjana ekonomi yang menjadi pelopor perkoperasian Indonesia. Siapa yang tidak kenal mereka berdua, dua orang negarawan visioner yang menjadi wakil bangsa untuk memproklamirkan kemerdekaan.
       Karakter dan mental seorang pemimpin bangsa tidak terbentuk begitu saja melainkan ditempa dan dibina selama bertahun-tahun dalam kondisi yang sulit dan penuh ketidakpastian. Hasilnya sejarah mencatat tokok-tokoh tersebut berada dalam barisan negarawan besar yang pernah dimiliki bangsa ini. Sebagai pemimpin mereka memiliki visi besar jauh ke depan, analisis yang matang serta didukung kemampuan keilmuan yang tinggi. 
       Dunia juga mengenal pemimpin dengan visi yang cerdas, sebut saja Mahathir Muhammad yang telah mampu secara cerdas menyiasati proses globalisasi dan hegemoni peradaban barat tanpa konflik besar, lebih manageable, dan tidak tersubordinasi. Mahathir juga begitu keras dan kritis namun cerdas terhadap Barat tanpa menimbulkan konflik besar, bisa menyiasati krisis tanpa IMF dan yang paling berarti adalah berhasil mengakhiri kekuasaannya secara relatif mulus.
      Di Indonesia kita mengenal Soeharto sebagai "Bapak Pembangunan". Memimpin Indonesia selama kurang lebih 32 tahun dengan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) serta pola Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Dikenal sebagai pemimpin yang merakyat, mampu melakukan kontrol sosial dan mampu mengelola konflik di masyarakat dengan mulus.
      Di Thailand terkenal seorang raja bernama Bhumibol Adulyadej. Visinya untuk membangun Thailand menjadi negara yang maju dalam bidang pertanian cukup berhasil. Raja Bhumibol selalu muncul dengan komandonya yang sangat berpengaruh. Bhumibol concern dengan visinya menggeluti sektor pertanian dengan membuat dam (irigasi) besar, menawarkan konsep teknologi pertanian, serta berbagai proyek untuk meningkatkan kualitas tanaman pertanian. Kini Thailand bukan saja menghasilkan tanaman biasa, tetapi tanaman yang terkenal di kawasannya. Kita kini mengenal durian bangkok. Mangga, jambu, dan sayuran bangkok pun terkenal memiliki kualitas yang bagus.

Sumber :
http://bem.unair.ac.id/; http://www.balebengong.net/; http://sosbud.kompasiana.com/
Menuju Indonesia Pemain Utama Ekonomi Dunia, 2008, Sutrisno, Graha Ilmu
 

Sabtu, 13 Oktober 2012

Parts Per Million Conversion




Ada yang masih bingung dengan konversi PPM ????
Barangkali berikut ini bisa membantu..semoga..

ppm = parts per million

PPM is a term used in chemistry to denote a very, very low 

concentration of a solution.
One gram in 1000 ml is 1000 ppm and 
one thousandth of a gram (0.001g) in 1000 ml is one ppm.

One thousandth of a gram is one milligram and 1000 ml is one liter, 
so that 1 ppm = 1 mg per liter = mg/Liter.
PPM is derived from the fact that the density of water is taken as 
1kg/L = 1,000,000 mg/L, and 1mg/L is 1mg/1,000,000mg or one part in one million. 

OBSERVE THE FOLLOWING UNITS

1 ppm = 1mg/l = 1ug /ml = 1000ug/L
ppm = ug/g =ug/ml = ng/mg = pg/ug = 10 -6
ppm = mg/litres of water

1 gram pure element disolved in 1000ml = 1000 ppm

PPB = Parts per billion = ug/L = ng/g = ng/ml = pg/mg = 10 -9

Making up 1000 ppm solutions

1. From the pure metal : weigh out accurately 1.000g of metal, 
dissolve in 1 : 1 conc. nitric or hydrochloric acid, 
and make up to the mark in 1 liter volume deionised water.

2. From a salt of the metal :
e.g. Make a 1000 ppm standard of Na using the salt NaCl.

FW of salt = 58.44g.
At. wt. of Na = 23
1g Na in relation to FW of salt = 58.44 / 23 = 2.542g.
Hence, weigh out 2.542g NaCl and dissolve in 1 liter volume 
to make a 1000 ppm Na standard.

3. From an acidic radical of the salt :
e.g. Make a 1000 ppm phosphate standard using the salt KH2PO4

FW of salt = 136.09
FW of radical PO4 = 95
1g PO4 in relation to FW of salt = 136.09 / 95 = 1.432g.
Hence, weigh out 1.432g KH2PO4 and dissolve in 1 liter volume 
to make a 1000 ppm PO4 standard.  
Ppm (parts per million) to % (parts per hundred)

Example:
1 ppm = 1/1,000,000 = 0.000001 = 0.0001%
10 ppm = 10/1,000,000 = 0.00001 = 0.001%
100 ppm = 100/1,000,000 = 0.0001 = 0.01%
200 ppn = 200/1,000,000 = 0.0002 = 0.02%
5000 ppm = 5000/1,000,000 = 0.005 = 0.5%
10,000 ppm = 10000/1,000,000 = 0.01 = 1.0%
20,000 ppm = 20000/1,000,000 = 0.02 = 2.0%

(Parts per hundred) % to ppm

Example:
0.01% = 0.0001
0.0001 x 1,000,000 = 100 ppm

Ppm (parts per million) to % (parts per hundred)

Example:
1 ppm = 1/1,000,000 = 0.000001 = 0.0001%
10 ppm = 10/1,000,000 = 0.00001 = 0.001%
100 ppm = 100/1,000,000 = 0.0001 = 0.01%
200 ppn = 200/1,000,000 = 0.0002 = 0.02%
5000 ppm = 5000/1,000,000 = 0.005 = 0.5%
10,000 ppm = 10000/1,000,000 = 0.01 = 1.0%
20,000 ppm = 20000/1,000,000 = 0.02 = 2.0%

Parts per million - ppm -  is commonly used as a measure
of small levels of pollutants in air, water, body fluids, etc.
Parts per million is the mass ratio between the pollutant
component and the solution and ppm is defined as
ppm = 1,000,000 mc / ms        
where
mc = mass of component (kg, lbm)
ms = mass of solution (kg, lbm)
In the metric system ppm can be expressed in terms
of milligram versus kg where
  • 1 mg/kg = 1 part per million
ppm can be also be expressed as:
  • 1 ppm = 0.0001 %
  • 1 000 ppm = 1‰
  • 10 000 ppm = 1%
(Sumber : http://delloyd.50megs.com/ppm.html & 
http://www.engineeringtoolbox.com/ppm-d_1039.html)

Kamis, 11 Oktober 2012

Kenapa Sony Ditarik dari Cina ?


Studi kasus Supply Chain Management         
      
      Pada saat investasi asing berdatangan ke Cina, Sony mengambil langkah sebaliknya. Pada bulan Juni 2002 Sony menarik produksi Camcorder dan Kamera Digital dari Cina ke Jepang. Untuk melihat lebih jauh apa alasan dibalik tindakan Sony ini sangat erat kaitannya dengan produk - produk mereka. Pasar dua produk ini sebenarnya tidak banyak di Cina, tetapi ada di Amerika dan Jepang sendiri. 


Strategi Sony
      Sony telah lama menempatkan diri secara tegas dalam persaingan pasar pada strategi product leadership. Perusahaan ini telah berhasil memenangkan hati customer dengan inovasi produk-produknya termasuk radio, transistor, tape recorder, video recorder, CD, walkman, minidisc, DVD, dan yang terakhir adalah camcorder dan digital camera. Selain tahun 80-an dan 90-an Sony mengeluarkan 572 produk inovatif, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan keseluruhan produk baru yang dikeluarkan oleh Aiwa, Toshiba, Sanyo, dan Matsushita.
       Mengelola produk yang inovatif seperti Camcoder dan Digita Camera bukanlah hal yang mudah. Beberapa tahun yang lalu life cycle dua produk ini berkisar antara 10 - 12 bulan, namun saat ini sudah turun menjadi 2 - 3 bulan saja. Life cycle-nya yang pendek membuat prediksi permintaan terhadap produk-produk ini sulit dilakukan. Pada awal generasi digital camera tahun 90-an, harga produk tersebut sangat mahal sehingga penurunan harga menjadi faktor penentu persaingan yang sangat penting. Kebijakan Cina saat itu adalah memilih Cina sebagai tempat produski untuk menekan ongkos produksi. Perkembangan teknologi tahun 90-an memungkinkan Sony untuk mereduksi ongkos produksi digital camera secara signifikan. Ketika ongkos produksi sudah bisa ditekan akibat kemajuan teknologi, ditambah dengan banyaknya pemain baru yang masuk ke pasar produk ini, Sony melihat ada dorongan baru untuk mengabil pangsa pasar yang mengedepankan inovasi, membuat digital camera menjadi fashion product kelas tinggi. Produsen Camcorder dan digital camera yang lain, seperti Olympus dan Canon tetap berproduksi di Cina. Strategi mereka bukan pada kecepatan meluncurkan produk baru, tetapi pada kemampuan melakukan imitasi produk-produknya Sony dengan harga yang lebih murah.

Kunci Keberhasilan : Time to Market yang Pendek
      Yoshihiro Taya, seorang senior executive Sony mengatakan bahwa salah satu kunci kritis keberhasilan produk inovatif yang memiliki added value tinggi adalah cycle time to market. Cycle time yang dimaksud disini adalah siklus antara order diterima dari pelanggan sampai produk akhir dideliver ke pelanggan tersebut. Didalamnya termasuk kegiatan perancangan (design), manufaktur (produksi), logistik, dan pelayanan pelanggan (customer service). Fleksibilitas yang tinggi dan kecepatan merespon pasar (cycle time yang pendek) mengakibatkan pengaruh ketidakpastian pasar bisa direduksi oleh perusahaan. Dengan product life yang hanya 2 - 3 bulan, tentu keterlambatan deliver seminggu saja mengakibatkan oppotunity loss yang sangat tinggi. Karena penurunan cycle time tidak terlalu banyak bisa dilakukan pada proses pengiriman, perusahaan harus mencari celah yang lain. Bagi Sony, potensi penurunan cycle time tidak hanya ada pada pengembangan produk baru tetapi juga pada beberapa komponen lain seperti :
  1. Material planning dan scheduling
  2. Purchase order cycle
  3. Inbound transportation
  4. Material receipt and inspection
  5. Material review activities
  6. Manufacturing processes
  7. Customer order processing
  8. Warehouse operations
  9. Outbond transportation
  10. Return material/reverse logistics
      Namun ketika diamati secara cermat, hampir tidak ada dari 10 komponen tersebut yang bisa diperbaiki secara signifikan kalau Sony tetap beroperasi di Cina. Sebaliknya potensi tersebut cukup besar kalau Sony beroperasi di Jepang. Harga memang bis lebih tinggi kalau diproduksi di Jepang, tetapi kecepatan merespon pasar (time to market) nya akan jauh lebih pendek.

(Sumber : I Nyoman Pujawan dan Mahendrawathi ER, 2010. Supply Chain Management, Edisi Kedua, Institut Teknologi Sepuluh November) 

Jangan lupa comment nya gan....