Energi panas bumi merupakan energi yang diekstrak dari panas yang tersimpan di dalam bumi. Energi
panas Bumi ini berasal dari aktivitas tektonik di
dalam bumi yang
terjadi sejak planet
ini diciptakan. Panas
ini juga berasal dari panas matahari yang diserap oleh permukaan Bumi.
Pengembangan dan penyempurnaan dalam teknologi pengeboran dan ekstraksi telah
memperluas jangkauan pembangunan pembangkit listrik tenaga panas Bumi dari
lempeng tektonik terdekat. Efisiensi termal dari pembangkit listrik tenaga
panas Bumi cenderung rendah karena fluida panas Bumi berada pada temperatur
yang lebih rendah dibandingkan dengan uap atau air mendidih. Berdasarkan hukum
termodinamika, rendahnya temperatur membatasi efisiensi dari mesin kalor dalam mengambil
energi selama menghasilkan listrik. Sisa panas terbuang, kecuali jika bisa
dimanfaatkan secara lokal dan langsung, misalnya untuk pemanas ruangan.
Efisiensi sistem tidak memengaruhi biaya operasional seperti pembangkit listrik
tenaga bahan bakar fosil.
Indonesia memiiki potensi energi panas bumi nomor empat di dunia dengan potensi sekitar 27 Giga Watt atau sekitar 40% cadangan panas bumi dunia.
Dari jumlah tersebut, baru dimanfaatkan sekitar 1,2 Giga Watt. Kebijakan energi
nasional telah menargetkan agar panas bumi dapat menyokong 5% bauran energi
nasional pada tahun 2025, namun sampai saat ini panas bumi baru berkontribusi 1-
4% dengan perkembangan yang lambat.
Panas
bumi sebagai energi terbarukan dapat menopang ketahanan energi nasional dalam
jangka panjang, antara lain karena rendah emisi dan butuh lebih sedikit lahan
daripada jenis energi lain, mengurangi ketergatungan bahan bakar fosil untuk kebutuhan
energi listrik, dan mengurangi beban subsidi energi.
Sifat
panas bumi yang site-specifc, tidak
dapat disimpan dan tidak dapat ditransportasikan jauh membuatnya tidak bisa
jadi komoditi ekspor dan akhirnya lebih tahan terhadap kompetisi energi global
dan fluktuasi harga energi dunia. Selain itu, pengembangan energi panas bumi
menciptakan lapangan pekerjaan yang mendorong peningkatan kesejahteraan dan
produktifitas ekonomi masyarakat sekitar.
Mengingat
panas bumi merupakan energi terbarukan yang rendah emisi dan ramah lingkungan,
maka dalam pengelolaannya perlu memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
1. Pemanfaatn panas bumi harus memperhatikan aspek
kelestarian dan peningkatan nilai-nilai konservasi (keanekaragaman hayati dan
habitatnya, tata ruang, ekosistem, lingkungan, serta masyarakat setempat). Oleh
karena itu dibutuhkan penilaian strategis agar meminimalkan dampak kerusakan
lingkungan dan nilai konservasi.
2. Pertimbangan sosial ekonomi dan lingkungan yang
terintegrasi dalam perencanaan kegiatan pengembangan untuk mengantisipasi
resiko yang dapat terjadi dan mengancam keberlanjutan kegiatan.
3. Pengakuan terhadap hak masyarakat lokal dengan
memastikan partisipasi mereka sejak proses perencanaan hingga pelaksanaan.
Untuk mendorong pengembangan panas bumi yang berkelanjutan dan mendukung
ketahanan energi nasional, maka peran serta para pemangku kepentingan untuk
melakukan pengawasan dan evaluasi proyek secara keseluruhan, diantaranya
Bapenas, Dewan Energi Nasional, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,
Kementerian Keuangan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup,
Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Daerah, PT. PLN (Persero), Perusahaan
Pengembang Panas Bumi dan Asosisasi Panas Bumi Indonesia, Akademisi, dan
Organisasi Swadaya Masyarakat lain.
Sampai dengan tahun 2004 telah diidentifikasi 252 lokasi panas bumi dengan total potensi sekitar 27.357 Mega Watt. Sebanyak 807 MW (3%) telah dimanfaatkan sebagai energi listrik serta telah menyumbang sekitar 2% pemakaian energi listrik nasional.
Mengacu kepada Undang-Undang No. 27/2003 tentang Panas Bumi, telah dibuat road map panas bumi sebagai pedoman dan pola tetap pengembangan dan pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia. Diinginkan dalam road map tersebut pemanfaatan panas bumi untuk energi listrik sebesar 6000 MW pada tahun 2020.
Pemakaian energi di Indonesia masih dodominasi oleh sektor industri yakni sebesar 51%, kemudian diikuti oleh sektor transportasi (30%), rumah tangga (11%), komersial (5%), serta sektor petanian, konstruksi dan pertambangan atau PKP (3%)
Energy Consumption |
BAURAN ENERGI (MIX ENERGY)
Sampai tahun 2004 energi Indonesia sebagian besar dihasilkan dari penggunaan bahan bakar minyak yang menyumbang sekitar 48%, diikuti dengan penggunaan batubara (30%), gas (19%), serta energi terbarukan (air 2%, geothermal 1%). Sesuai amanat Kepres No. 5/2006 maka komposisi bauran energi Indonesia bisa mencapai minyak (20%), gas (30%), batubara (33%), serta energi terbarukan (17%).
Mix Energy |
Pemerintah telah membuat 33 WKP berdasarkan besarnya potensi yang ada di masing-masing wilayah. Dengan adanya WKP tersebut diharapkan akan mempercepat pengembangan panas bumi untuk memenuhi kebutuhan energi domestik dan mendorong pertumbuhan perekonomian daerah.
WKP Indonesia |
Diolah dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar